BAPAK KOSKU YANG NAKAL

Pagi itu kulihat Oom Baskoro sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap wajahnya dari balik kaca gelap jendela kamar kosku. Belum terlalu tua, umurnya kutaksir belum mencapai usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar wajahnya segar dan cukup tampan. Rambut dan kumisnya beberapa sudah terselip uban. Hari itu memang aku masih tergeletak di kamar kostku. Sejak kemarin aku tidak kuliah karena terserang flu. Jendela kamarku yang berkaca gelap dan menghadap ke taman samping rumah membuatku merasa asri melihat hijau taman, apalagi di sana ada seorang laki-laki setengah baya yang sering kukagumi. Memang usiaku saat itu baru menginjak dua puluh dua tahun dan aku masih duduk di semester tiga di fakultasku dan sudah punya teman cowok yang selalu rajin mengunjungiku di malam minggu. Tapi sudah dua minggu ini dia tidak mendatangi aku.
Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku berdegup keras. Tidak, dia tidak melihatku dari luar sana. Oom Baskoro mengenakan kaos singlet dan celana pendek, dari pangkal lengannya terlihat seburat ototnya yang masih kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam 9:00, teman sekamar kostku telah berangkat sejak jam 6:00 tadi pagi dia mau pulang kampung, demikian pula penghuni rumah lainnya, temasuk Tante Tutik istrinya om Baskoro, dia bersama anak-anaknya ke Gunungkidul untuk mengunjungi nenek.

Memang Oom Baskoro sejak 5 bulan terakhir terkena PHK dengan pesangon yang konon cukup besar, karena penciutan perusahaannya. Sehingga kegiatannya lebih banyak di rumah. Bahkan tak jarang dia yang menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua anak kost-nya. Yaitu roti dan selai disertai susu panas. Kedua anaknya sudah kuliah di luar kota. Kami anak kost yang terdiri dari 6 orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka memperlakukan kami seperti anaknya. Walaupun biaya indekost-nya tidak terbilang murah, tetapi kami menyukainya karena kami seperti di rumah sendiri. Oom Baskoro telah selesai mengurus tamannya, ia segera hilang dari pemandanganku, ah seandainya dia ke kamarku dan mau memijitku, aku pasti akan senang, aku lebih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari dibuatkan bubur sampai memijit-mijit badanku. Ah.. andaikan Oom Baskoro yang melakukannya…
***
Sementara itu aku balik ke kasur busaku, aku kembali menghidupkan Laptopku, kemudian online, dan orang yang menyapaku di dunia maya adalah seorang sahabat baru, dia menggunakan nick name Rosanti Jaya, entah kenapa aku demikian mudah akrab dengannya, padahal aku belum kenal lebih jauh dengannya, tapi seperti seseorang yang udah kenal lamaa sekali, dan entah mengapa aku juga care dengan dia, seperti seorang sahabat lama yang hilang dan kini menemukannya kembali.
Cuma aku berharap mbak Rosanti Jaya ini benar-benar seorang sahabat yang tulus dan ikhlas mau berteman dengan aku, tidak seperti sahabat-sahabatku yang lain di dunia maya...., kebanyakan mereka lebay, kalau ngga lebay pasti cowok yang menggunakan acaount cewek seperti Feling Ling Ling, Lidiya centil dan lain-lainya.
Disaat sedang asik-asiknya chating, tiba-tiba kudengar suara siulan dan suara air dari kamar mandi. Pasti Oom Baskoro sedang mandi, kubayangkan tubuhnya tanpa baju di kamar mandi, lamunanku berkembang menjadi makin hangat, hatiku hangat, kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh indahnya......
Lamunanku terhenti..., ketika tiba-tiba ada suara ketukan di pintu kamarku, segera kutarik selimut yang sudah terserak di sampingku.
“Masuk..!” kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Baskoro sudah berada di ambang pintu masih mengenakan baju mandi. Senyumnya mengembang 
“Bagaimana Olive....? Ada kemajuan..?” dia duduk di pinggir ranjangku, tangannya diulurkan ke arah keningku. Aku hanya mengangguk lemah. Walaupun jantungku berdetak keras, aku mencoba membalas senyumnya. Kemudian tangannya beralih memegang tangan kiriku dan mulai memjit-mijit.

“Olive mau dibikinkan susu panas?” tanyanya.
“Terima kasih Oom, Olive sudah sarapan tadi,” balasku.
“Enak dipijit seperti ini?” aku mengangguk.
Dia masih memijit dari tangan yang kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke pundakku. Ketika pijitannya berpindah ke kakiku aku masih diam saja, karena aku menyukai pijitannya yang lembut, disamping menimbulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku. Disingkirkannya selimut yang membungkus kakiku, sehingga betis dan pahaku yang kuning langsat terbuka, bahkan ternyata selimutku yang aku buat menutupi tubuhku sudah tersingkap hingga ke atas mendekati pangkal paha, aku tidak mencoba membetulkannya, aku pura-pura tidak tahu.
“Olive kakimu mulus sekali ya.”puji om Baskoro.
“Ah.. Oom bisa aja, kan kulit Tante lebih mulus lagi,” balasku sekenanya.
Tangannya masih memijit kakiku dari bawah ke atas berulang-ulang. Lama-lama kurasakan tangannya tidak lagi memijit tetapi mengelus dan mengusap pahaku, aku diam saja, aku menikmatinya, birahiku makin lama makin bangkit.
“Olive...., Oom jadi terangsang, gimana nih?” suaranya terdengar kalem tanpa emosi.
“Jangan Oom, nanti kalau ketahuan Tante, bisa marah.. dan Olive bisa diusir...” jawabku.
Mulutku menolak tapi wajah dan tubuhku bekata lain, dan aku yakin Oom Baskoro sebagai laki-laki sudah matang dapat membaca bahasa tubuhku. Aku menggelinjang ketika jari tangannya mulai menggosok pangkal paha dekat vaginaku sudah tak terbungkus apa-apa (aku tadi habis mandi dan belum sempat mengenakan busana sama sekali ). 
Dan… astaga! ternyata dibalik baju mandinya Oom Baskoro tidak mengenakan celana dalam sehingga penisnya yang membesar dan tegak, keluar belahan baju mandinya tanpa disadarinya. Nafasku sesak melihat benda yang berdiri keras penuh dengan tonjolan otot di sekelilingnya dan kepala yang licin mengkilat. Ingin rasanya aku memegang dan mengelusnya. Tetapi kutahan hasratku itu, rasa maluku masih mengalahkan nafsuku.
Oom Baskoro membungkuk menciumku, kurasakan bibirnya yang hangat menyentuh bibirku dengan lembut. Kehangatan menjalar ke lubuk hatiku dan ketika kurasakan lidahnya mencari-cari lidahku dan maka kusambut dengan lidahku pula, aku melayani hisapan-hisapannya dengan penuh gairah. Separuh tubuhnya sudah menindih tubuhku, kemaluannya menempel di pahaku sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke buah dadaku. Dia meremas dadaku dengan lembut sambil menghisap bibirku. Tanpa canggung lagi kurengkuh tubuhnya, kuusap punggungnya dan terus ke bawah ke arah pahanya yang penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir enak sekali, tangannya sudah menyelusup ke balik selimutku, kemudian meremas payudaraku yang tanpa BH, remasan jarinya sangat ahli, kadang putingku dipelintir sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.

Nafasku makin memburu ketika dia melepas ciumannya. Kutatap wajahnya, aku kecewa, tapi dia tersenyum dibelainya wajahku.
 “Olive kau cantik sekali..” dia memujaku.
 “Aku ingin menyetubuhimu, tapi apakah kamu masih perawan..?” aku hanya diam saja, hanya menatap Om Baskoro dengan tatapan penuh birahi yang aku tahan. Memang aku sudah tidak perawan, vaginaku sudah berkali-kali dimasuki kontol lelaki, yang pertama kali merenggut keperawananku adalah papa tiriku saat aku masih SMP,. Dengan teman cowokku, sudah dua Minggu aku tidak disentuhnya, Sedangkan kebutuhan seksku selama ini terpenuhi dengan mansturbasi, dengan khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek khayalanku yaitu Papa Frans, dan yang kedua adalah Oom Baskoro induk semangku, yang sekarang setengah menindih tubuhku, sedang dengan teman cowokku meski sering meniduri aku, aku tak pernah membayangkannya.
Sebenarnya andaikata aku masih perawan, pasti aku tak dapat menolak jika ia menyetubuhiku, karena dorongan birahiku kurasakan melebihi birahinya. Kulihat dengan jelas pengendalian dirinya,saat om Baskoro menjelajahi area sensitifku, dia tidak menggebu dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya dengan tenang, lembut dan sabar. Justru akulah yang kurasakan meledak-ledak.
“Bagaimana Olive....? kita teruskan?” tangannya masih mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab.
 Aku ingin, ingin sekali, tapi aku tak ingin merusak rumah tangga induk semangku. Kupejamkan mataku menghindari tatapannya.
 “Oom… pakai tangan saja,” bisikku dengan menekan rasa kecewa.
Tanpa menunggu lagi tangannya sudah melucuti seluruh selimutku,  kini aku nampak polos dihadapan seorang lelaki matang, Om Baskoro juga telah telanjang utuh. Seluruh tubuhnya mengkilat karena keringat, batang kemaluannya panjang dan besar berdiri tegak. Diangkatnya pantatku lalu merenggangkan pahaku dan mengusap belahan Vaginaku dengan lidahnya yang kenyal dan kasap, sedang vaginaku telah basah sejak tadi. Kubiarkan tangannya membuka selangkanganku lebar-lebar. Kulihat vaginaku telah merekah kemerahan bibirnya mengkilat lembab, klitorisku terasa sudah membesar dan memerah, di dalam lubang kemaluanku telah terbanjiri oleh lendir yang siap melumasi, setiap barang yang akan masuk.
Oom Baskoro membungkuk dan mulai menjilat dinding kiri dan kanan kemaluanku, terasa nikmat sekali aku menggeliat, lidahnya menggeser makin ke atas ke arah klitosris, kupegang kepalanya dan aku mulai merintih kenikmatan. Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di atas klitosriku yang makin membengkak. Karena kenikmatan tanpa terasa aku telah menggoyang pantatku, kadang kuangkat kadang ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba Oom Baskoro melakukan sedotan kecil di klitoris, kadang disedot kadang dipermainkan dengan ujung lidah. Kenikmatan yang kudapat luar biasa, seluruh kelamin sampai pinggul, gerakanku makin tak terkendali,
“Oom… aduh.. Oom… Olive mau keluar….” Kuangkat tinggi tinggi pantatku, aku sudah siap untuk berorgasme, tapi pada saat yang tepat dia melepaskan ciumannya dari vagina. Dia menarikku bangun dan menyorongkan kemaluannya yang kokoh itu kemulutku.
” Gantian ya Olive..... aku ingin kau isap kemaluanku.” pinta Om Baskoro sambil mengacungkan Kemaluannya yang perkasa.
Kupikir tidak adil jika aku tidak memenuhi keinginannya, sedang Om Baskoro telah memberikan kenikmatan padaku dengan jilatan-jilatan lidahnya yang lincah pada vaginaku, maka segera kutangkap kemaluannya, terasa penuh dan keras dalam genggamanku. Oom Baskoro sudah terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum kelaminnya. Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal kemaluannya dengan lidahku dari pangkal sampai ke ujung penisnya yang mengkilat berkali-kali.

“Ahhh… Enak sekali Olive…” dia berdesis. Kemudian kukulum dan kusedot-sedot dan kujilat dengan lidah sedangkan pangkal kemaluannya kuelus dengan jariku. Suara desahan Oom Baskoro membuatku tidak tahan menahan birahi. Kusudahi permainan di kelaminnya, Aku sudah benar-benar tidak bisa mengendalikan birahiku, maka aku segera menggeser posisi dengan setengah jongkok di atas tubuh om Baskoro, kemaluannya persis di depan lubang vaginaku.

“Oom, Olive masukin dikit ya Oom, Olive pengen sekali.” Dia hanya tersenyum.
“Hati-hati ya… jangan terlalu dalam…” bisik Om Baskoro, dia mungkin mengira aku masih perawan, Aku sudah tidak lagi mendengar kata-katanya. Kupegang kemaluannya, kutempelkan pada bibir kemaluanku, kusapu-sapukan sebentar di klitoris dan bibir bawah, dan… oh, ketika kepala kemaluanya kumasukan dalam lubang, aku hampir terbang. Beberapa detik aku tidak berani bergerak tanganku masih memegangi kemaluannya, ujung kemaluannya masih menancap dalam lubang vaginaku. Kurasakan kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak yakin apakah kedutan berasal dariku atau darinya.

Kuangkat sedikit pantatku, dan gesekan itu ujung kemaluannya yang sangat besar terasa menggeser bibir dalam dan pangkal klitoris. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam kenikmatan makin dalam, separuh batang kemaluannya sudah melesak dalam kemaluanku. Kukocokkan kemaluannya naik-turun, terasa sesak mengganjal, karena kemaluan Om Baskoro yang ternyata lebih besar dari kemaluan Papa Frans ataupun kemaluan lain yang pernah memasuki vaginaku.. Kujepit kemaluannya dengan otot dalam, kusedot ke dalam. Kulepas kembali berulang-ulang.
“Oh.. Olive kau hebat, jepitanmu nimat sekali.” Kudengar Oom Baskoro mendesis-desis, payudaraku diremas-remas dan membuat aku merintih-rintih ketika dalam jepitanku itu. Dia mengocokkan kemaluannya dari bawah. Aku merintih, mendesis, mendengus, dan akhirnya kehilangan kontrolku. Kudorong pinggulku ke bawah, terus ke bawah sehingga penis Oom Baskoro sudah utuh masuk ke vaginaku, sedikit sakit seperti saat keperawananku direnggut Papa, tapi rasa sakit itu cepat hilang, berganti dengan kenikmatan yang meledak-ledak.
Dari posisi duduk, kurubuhkan badanku di atas badannya, susuku menempel, perutku merekat pada perutnya. Kudekap Oom Baskoro erat-erat. Tangan kiri Oom Baskoro mendekap punggungku, sedang tangan kanannya mengusap-usap bokongku dan analku. Aku makin kenikmatan. Sambil merintih-rintih kukocok dan kugoyang pinggulku, sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar menyodok-nyodok dari bawah.
Tiba-tiba aku tidak tahan lagi, kedutan tadinya kecil makin keras dan akhirnya meledak.
“Aaaaaakhhhhhh…” Kutekan vaginaku ke penisnya, kedutannya keras sekali, nimat sekali. Dan hampir bersamaan dari dalam vagina terasa cairan hangat, menyemprot dinding rahimku. “Oooughhhh…” Oom Baskoro juga ejakulasi pada saat yang bersamaan. Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kemaluannya masih menyesaki vaginaku. Kurasai vaginaku masih berkedut dan makin lemah. Tapi kelaminku masih menyebarkan kenikmatan.
Setelah tetes terakhir cairan kenikmatan Om Baskoro menyuntikkan dirahimku, Om Baskoro terus bangkit, dia melepas batang keperkasaannya dari liang Vaginaku, dan tumpahlah cairan kental dan putih itu dari liang vaginaku, karena ternyata rahimku tidak muat menerima semburannya.
***
Siang itu aku dan Om Baskoro berhasil mengarungi kenikmatan ini secara sempurna, bahkan hingga berkali-kali aku dan induk semangku itu melakukan persetubuhan dengan berbagai gaya, dan hingga sore hari, saat pintu gerbang depan bersuara pertanda ada yang masuk, maka Om Baskoro segera bangkit, dengan telanjang dia meninggalkan aku yang terkapar sendiri dikamar kosku itu.......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INILAH KISAH (ilustrasi) SAAT AKU KEHILANGAN KEPERAWANAN